Karena Saya Pernah Ditolak

Tahun 1993 lalu, Bapak tercinta saya meninggal dunia. Meski dalam wasiatnya saya tetap harus kuliah hingga selesai. Maka, Ibu saya pun berjanji untuk mewujudkan wasiat Bapak itu.

Tapi, saya nggak tega kalau Ibu yang kini harus berjuang sendiri mencukupi kehidupan, juga harus mencukupi kebutuhan hidup saya di rantau plus kuliah. Saya pun berusaha mengurangi beban Ibu tersebut dengan mencari beasiswa di Gema, tempat saya selama ini beraktivitas. Kebetulan memang sedang ada program beasiswa tersebut.

Semua persayaratan saya lengkapi. Nilai IP dan IPK saya memenuhi standar dan alasan utama meminta beasiswa pun juga jelas, sebab Bapak meninggal dan hanya Ibu seorang yang menjadi tulang punggung. Saya sangat berharap terhadap beasiswa itu gol.

Sayang, begitu syarat saya serahkan, penanggungjawab beasiwa langsung bilang, “Kamu nggak usah dapat beasiswa aja ya, Njar… Biar buat yang lain.”

Saat itu saya tidak bertanya kenapa bisa ada kebijakan itu.
Bahkan hingga saat ini.

Muncul sedikit dendam atas penolakan sepihak itu.
Untungnya ada seorang Romo yang mau membantu mengatasi masalah saya itu melalui jalurnya. Lewat kenalan Romo ini kehidupan saya sangat terbantu sementara Ibu masih membantu untuk kebutuhan kuliah.

Saatnya Saya Membalas Dendam

Sebenarnya saya punya banyak pengalaman kebaikan orang-orang terutama para sehabat yang membantu hingga memberi support tersendiri. Atas kebaikan itu maka saya bisa hingga menjadi sekarang.

Oleh karena semua kebaikan itu juga, saya berjanji akan “membayarnya” kepada orang lain, seperti yang pernah dipesankan salah satu dari mereka.

Suatu malam di bulan Desember 2020, saya ditelepon seorang Romo dari daerah Cilacap. Beliau saya kenal karena jaringansebuah komunitas.
Dari ngobrol itu, Romo muda itu bercerita tentang seorang umatnya yang adalah mahasiswa di Unpar, semester awal. Selama ini memang masih online. Tetapi, karena sudah ada pengumuman bahwa semester depan akan dilangsungkan kuliah tatap muka maka si mahasiswa tersebut akan ke Bandung bulan Januari 2021 yang berarti sebentar lagi.

Romo pun berkisah tentang kehidupan si adik yang ternyata berprestasi. Karena itu, beliau bermaksud “menitipkan” adik itu kepada saya. Termasuk mencari kemungkinan donatur atau beasiswa supaya kuliahnya selesai.

Diberi mandat begini, kepala saya langsung berputar keras.
Gimana cara bisa melaksanakan mandat itu dengan baik?
Mau menolak, keburu Romonya sangat PD bahwa saya bisa.
Waduh…

Beruntungnya, saya mempunyai seorang adik yang sejak dia lulus kuliah dan mengikuti banyak hal yang berhubungan dengan kegiatan pendampingan saya, pernah bilang “Kalau ada adik yang perlu dibantu, dengan rekomendasi darimu, let me know Mbak…”

Kepada dialah orang pertama yang saya ceritakan “mandat” dari Romo tersebut.
Dia bersedia bantu dengan syarat tetap tidak ingin diberitahu sosoknya.
Bersama dia juga ada kenalan di medsos yang sama ingin bantu dengan tanpa sebut nama.
Terharu saya, si adik ternyata dikelilingi orang-orang baik dan perhatian.
Kepada bos saya, saya pun bercerita tentang si adik dan siapa yang bantu tanpa sebut nama seperti pesan mereka.

Tapi, entah kenapa setelah si adik terbantu, makin ke sini makin banyak yang nanya ke saya, apakah di tempat kami ada beasiswa untuk membantu biaya atau kuliahnya anak/adik/dirinya sendiri bahkan?

Sebab makin banyak itu, saya izin kepada pimpinan buat mencoba memberitahu ke teman-teman lain dan alumni. Bos saya mengizinkan.
Maka saya pun mengedarkan berita tersebut.

O ya, kami dulu pernah buat program “Saweran 50 ribuan” yang maksudnya diharapkan para alumni dan teman-teman, bersedia menyisihkan 50 ribu saja (boleh lebih) untuk membantu adik-adiknya.
Karena sesuatu hal, program ini tidak berjalan lancar
Dengan penglaman program tersebut, saya mengajak teman-teman dan para alumni untuk menggerakkan program itu dan atau yang serupa..Tujuannya sama

Dibantu teman-teman lain, bersamaan juga berita tersebar, ada beberapa alumni yang langsung bilang mau membantu.
Setelah melalui beberapa pertemuan online, komunitas yang bertujuan memberi beasiswa itu terbentuk dengan nama “Gema Edukasi”.

Membantu yang Kesulitan. Bukan Menyulitkan yang Dibantu

Seiring waktu, makin banyak pula mahasiswa yang saya ketahui perlu dibantu.
Baik karena uang kuliah mereka yang bermasalah atau pun untuk urusan hidupnya sehari-hari.

Tentu tidak semua bisa dihandle oleh Gema Edukasi.
Masih ada keterbatasan menyertai

Tetapi, seperti yang pernah dilakukan Romo yang membantu saya saat Romo lain menolak beasiswa saya, beberapa kali saya mencontek apa yang dilakukan oleh Romo tersebut.
Beruntungnya, ada banyak orang dan jaringan juga yang mau membantu walau tentu nama saya dan syarat lain jadi taruhan serta kudu dipenuhi.
Mereka inilah yang seringkali saya sebut sebagai “orang baik” karena seringnya pula tidak ingin dilihat siapa dan berapa memberi, Tapi, tujuannya buat apa dan tercapai.
Buat mereka, begitu sudah cukup.

Di kepala tiada lain tujuan selain untuk membantu agar cita-cita bisa tercapai
Tidak peduli bagaimana nanti mereka bisa membayar atas bantuan itu.
Mereka bisa lulus dengan baik dan sesuai waktu, bagi saya mereka sudah “membayarkan” hal itu. Syukur bisa bekerja dan kelak ganti berbagi lagi dengan adik-adik yang membutuhkan.

Bagi saya, tetap hendak memegang pengalaman dan pesan dari sekitar saya “Membantu yang kesulitan, bukan menyulitkan yang dibantu/”

Dengan begitu berharap seperti yang pernah terjadi di film “Pay It Forward” (film yang menginsipirasi langkah hidup saya), segala kebaikan ini bisa terus menular dan memberikan dampak baik bagi seluruh isi bumi.

Tanpa ada pamrih.

Amin.

(ditulis buat mengingatkan diri)

1 Comments

Kesan Anda